Thursday, September 29, 2011

Roh Dan Nafsu Ikut Tua Dengan Tuanya Badan

BERSABDA Rasulullah SAW :

Terjemahannya : Barang siapa yang mencapai umur 40 tahun tetapi kebaikannya tidak dapat mengatasi kejahatannya bersiap-siaplah untuk ke Neraka.

Mengapa hal itu dapat terjadi? Dan bagaimana kita bisa selamat dari kemungkinan buruk itu? Apa harapan pada mereka yang kini sudah berumur 40 tahun ke atas, tapi belum lagi melakukan amal-amal soleh yang diperintahkan oleh Allah SWT? Insya-Allah pada tulisan ini akan coba diuraikan jawabannya dengan izin Allah SWT.

Perkembangan Lahir Batin Manusia

Sudah ditetapkan oleh Allah, bahwa semua makhluk termasuk manusia lahir ke dunia dalam keadaan belum sempurna. Kesempurnaan dicapai sesudah beberapa tahun mengalami proses pertumbuhan dan pembesaran yang berangsur-angsur. Manusia sendiri mengalami lima peringkat:

  1. Peringkat bayi.
  2. Peringkat anak-anak.
  3. Peringkat remaja.
  4. Peringkat dewasa.
  5. Peringkat tua.

Tiap-tiap peringkat mengambil waktu bertahun-tahun sebelum memasuki peringkat berikutnya. Hingga akhirnya manusia memasuki peringkat yang menurun, yakni kembali seperti sifat asal. Akhirnya mati. Demikianlah sunnatulah yang akan terus-menerus terjadi selama dunia belum kiamat.

Dalam setiap peringkat, manusia bukan saja mengalami perubahan-perubahan fisik, tetapi juga akal, hati, perasaan, nafsu dan tenaga lahir maupun batin. Proses itu terjadi dengan perlahan-lahan hingga sukar untuk diikuti. Sadar-sadar, seseorang sudah beralih dari bayi kepada anak-anak, kepada remaja, kepada dewasa dan tua. Apabila terjadi peralihan seperti itu, maka yang kelihatan berubah ialah raut mukanya, ukuran badannya dan kekuatannya. Terjadi juga perubahan-perubahan yang tidak kelihatan tapi dapat dirasakan, yakni fikiran, perasaan, jiwa, nafsu dan tenaga. Semuanya meningkat kepada kematangan yang memuncak, kemudian menurun kepada sifat asal. Proses ini mengambil waktu lebih 60 tahun untuk mencapai kesempurnaannya. Manusia yang umurnya tidak selama itu, tidak sempat mengalami kesempurnaan dalam pertumbuhan lahir batinnya.

Dari lima peringkat peralihan yang dialami oleh manusla itu, peringkat kematangan yang tertinggi ialah peringkat dewasa dan yang paling lemah ialah di peringkat bayi dan peringkat tua. Lihat firman Allah:

Terjemahnya: Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dan ketika, sedang dia saat itu belum merupakan sesuatu yang dapar disebut. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Al Insan: 1-2)

Firman-Nya lagi :

Terjemahnya: Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurya niscaya Kami kembalikan dia kepada asal kejadiannya (lemah dan kurang akal). Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Yaasin: 68)

Di peringkat anak-anak dan remaja, manusia mengalami perkembangan paling subur dan penting. Waktu inilah pendidikan dan ilmu pelajaran mudah diterima dan manusia diwarnai sesuai dengan bentuk pendidikan yang diterimanya. Daya penerimaan ini bergantung pada kekuatan faktor-faktor batiniah manusia ini, yakni akalnya, jiwanya, nafsunya, tenaganya dan perasaannya. Jika akal kuat, ilmu akan diperoleh dengan cepat dan banyak. Jika ilmu dan pendidikan yang diterima itu ilmu dan pendidikan yang baik maka suburlah jiwanya (rohnya), dengan sifat-sifat yang baik (mahmudah).

Sebaliknya pendidikan yang salah akan membuat nafsu menjadi liar dan merusak jiwa. Perasaan manusia bergantung kepada baik atau buruk didikan dan ilmu yang diperoleh. Jika pendidikan baik, maka perasaan akan jadi bersih dan halus. Tapi kalau pendidikan buruk, maka perasaannya jadi kasar dan keras. Demikianlah proses terjadinya perkembangan itu sedikit demi sedikit tanpa disadari. Manusia tidak dapat mengetahui bentuk jiwa atau akal dan nafsu seorang manusia lain, tetapi hasilnya dapat dilihat pada sikap, akhlak, percakapan dan jalan hidupnya. Kalau baik batin, baiklah kehidupan lahirnya, kalau jahat batin maka jahatlah kehidupan lahirnya.

Maksud Hadis:

Di dalam diri anak Adam ada sepotong daging, jika baik daging itu, baiklah manusia itu. jika jahat, maka jahatlah dia. ketahuilah itulah hati. (Riwayat Bukhari & Muslim)

Fisik meningkat karena dibantu oleh makanan dan kesehatan tubuh. Sedangkan batin manusia meningkat mengikuti ilmu dan didikan yang diterima. Tapi peningkatan ada batasnya. Sesudah batas itu, terjadilah penurunan dalam hidup manusia. Fisik mulai lemah dan batin pun juga mulai melemah. Di peringkat ini makanan selezat apapun tidak akan meningkatkan perkembangan lahir dan batinnya. Didikan yang sebaik apapun tidak bisa membentuk manusia lagi sebab zaman penurunan sudah bermula. Umpama bunga yang hendak gugur walau diberi pupuk sebanyak apapun, tidak dapat menahannya dari gugur.

Puncak Pertumbuhan Manusia

Tahap umur ketika manusia berada pada puncak pertumbuhan dan pada awal penurunan ialah 40 tahun. Pada waktu ini fisik sudah cukup dewasa. Akal, jiwa, perasaan dan nafsu sudah sampai ke puncaknya dan mulailah untuk lemah kembali. Kalau sewaktu umur 40 tahun kekuatan tenaganya sepuluh tenaga kuda, maka sesudah itu tidak akan bertambah lagi. Demikian juga akalnya, tidak akan berkembang lagi. Kalau cerdik, dia akan tetap cerdik. Kalau bodoh, tetap bodoh. Tidak terjadi lagi sesudah 40 tahun orang bodoh mau dicerdikkan. Kalau jiwanya kuat, ia akan tetap kuat, tidak bisa ditukar-tukar lagi. Begitu juga nafsunya kalau baik, ia akan terus baik, kalau jahat, jahat tetap akan jahat, sudah susah untuk dibentuk lagi. Demikianlah seterusnya.

Sebab itu seandainya kita ingin mewarnai hidup kita, lakukanlah sebelum 40 tahun, manusia sesudah usia ini tidak bisa dibentuk lagi. Sebab itu ada pepatah Melayu yang mengatakan:

"Melentur buluh biar dari rebungnya."

Rebung lembut, dapat dilenturkan. Tapi buluh sudah keras, tidak dapat dilenturkan lagi. Itulah maksudnya. Manusia kalau mau mencari harta, membangun kemewahan dalam hidup atau pangkat tinggi atau ingin memperjuangkan kebenaran, maka usaha kearah itu hendaklah dibuat pada awal-awal kehidupan dewasanya. Waktu itu lahir batinnya sudah cukup siap untuk diajak bekerja. Semua orang maklum akan hal ini. Sebab itu tak seorang pun pernah berkata :

"masa muda ini, aku akan gunakan untuk istirahat. Nanti kalau sudah tua baru aku akan cari harta, buka hutan, cari ilmu dan berkebun."

Kata-kata seperti itu sangatlah tidak masuk akal. Sebab manusia faham, apabila tua tenaga sudah lemah. Sebab itu orang-orang muda bekerja keras mencari harta untuk hari tuanya. Harta-harta yang didapatnya dikumpulkan dan disimpan untuk hari tua. Tapi itu hanya untuk keperluan lahiriah manusia. Pemahaman seperti ini hanya dimaksudkan pada keperluan fisik semata-mata. Manusia tidak faham dan tidak sadar bahwa keperluan batiniah juga begitu. Sebab itu kita selalu mendengar orang berkata:

"Waktu muda kita santai dulu. Nanti kalau sudah tua baru kita beribadah."

Orang ini berpikir bahwa beribadah itu mudah. Kalau teringat, langsung bisa dilakukan. Padahal dalam pengalaman hidup manusia, orang yang tidak dilatih beribadah sejak anak-anak, apabila sudah tua tidak akan mampu melakukannya. Walaupun keinginan untuk beribadahnya besar sekali. Kenapa? Sebab roh dan nafsu atau batin kita turut tua bersama tuanya umur dan badan kita. Batin atau roh dan nafsu kita mengalami proses tua dan muda, bertenaga dan lemah serta meningkat dan menurun secara bersamaan, seperti fisik kita (cuma tidak dapat dilihat oleh mata kasar). Kalau fisik kuat pada waktu muda, roh juga begitu. Kalau fisik harus berusaha untuk hari tuanya di masa mudanya, maka roh juga begitu. Kalau kita berkebun waktu muda, maka beribadah juga mesti dididik dan dilatih sejak muda (anak-anak). Hingga apabila tua nanti hanya tinggal meneruskannya, karena sudah terlatih dan terbiasa.

Sebagaimana tidak masuk akalnya orang ingin berkebun pada waktu tua, karena hendak beristirahat pada waktu muda begitulah tidak masuk akalnya orang mau memulai ibadah dan berjuang pada hari tuanya. Sedangkan waktu muda waktu dihabiskannya untuk berfoya-foya. Karena jiwa yang sudah menyatu dengan maksiat, nafsu yang begitu ganas dan rakus, tua dalam keadaan bergelumang dengan perbuatan-perbuatan jahat, tidak bisa diubah untuk menjadi jiwa yang taat lagi. Walaupun manusia itu ingin sekali berubah, namun rohnya sudah tidak siap lagi.

Umpama seorang pecandu narkotik, amat susah untuk menghentikannya dari ketagihan narkotik walaupun dia memang ingin berhenti. Sebab jiwa yang sudah biasa dengan sesuatu keburukan atau kebaikan hingga sifat itu telah menjadi tabiat, sukar untuk diubah. Apalagi kalau keinginan untuk berubah itu pada waktu umur 40 tahun ke atas, ketika tempo perubahan sudah selesai.

Sama juga halnya dengan seseorang yang sudah biasa makan nasi sebagai makanan asas dan utama, tiba-tiba mau menukarnya kepada roti. Seminggu saja sudah cukup untuk dia merasa menderita karena tidak dapat nasi. Sesudah itu pasti dia akan sedaya upaya mendapatkan nasi karena selera yang sudah terbiasa dan menyatu dengan nasi itu sudah tidak dapat disesuaikan dengan makanan lain. Walaupun empunya diri ingin berbuat begitu tapi seleranya tidak siap untuk menerimanya.

Demikianlah halnya dengan seseorang yang sudah 40 tahun berada di jalan syaitan dan nafsu, tidak beribadah kepada Allah. Kemudian baru tersadar dan ingin berubah maka adalah hampir-hampir mustahil baginya untuk berubah. Sebab itu Rasulullah SAW bersabda:

Terjemahnya : Barang siapa yang menjangkau umur 40 tahun tapi kebaikannya tidak mengatasi kejahatannya, bersiap-siaplah untuk ke neraka.

Mengapa Rasulullah berkata demikian? Bukankah ampunan Allah dan pertolongan-Nya bisa mengatasi segala-galanya? Jawabnya ialah karena Rasulullah ingin memberitahu kita bahwa sifat-sifat yang baik, amal-amal soleh, akhlak yang mulia, nafsu yang jinak dan tenang, iman dan taqwa itu bukannya datang sendiri secara tiba-tiba. Perkara-perkara ini mesti dipelajari, dicari, diasuh, dididik, dilatih, diamalkan selalu sedari kecil lagi, barulah ia akan jadi sifat dan akhlak kita.

Seorang yang tidak berusaha untuk mencari kebaikan, sebaliknya menghabiskan umurnya untuk merancang dan melaksanakan kehendak-kehendak duniawi, nafsu dan syaitan, tentulah tidak begitu mudah untuk dimaafkan. Dan kalau sampai 40 tahun pun belum mau berusaha mengenali Allah dan taat kepada-Nya, sedangkan segala ilmu dunia dan kekayaan dunia sudah diperjuangkan begitu lama sekali, sudah selayaknya untuknya api neraka. Masakan tidak terfikir olehnya bahwa dia diciptakan oleh Allah, dan patut sekali mensyukuri nikmat itu dan berbakti pada Allah. Dan kalaulah hal itu pernah melintas dalam fikirannya, tapi sengaja tidak dipedulikan, karena mau sepuas-puasnya dengan dunia, hinggalah menjangkau 40 tahun lamanya, sungguh munasabah kalau orang seperti ini dilemparkan ke dalam Neraka. Tiada maaf baginya. Sesudah terasa susah payah dan lemah anggota baru teringat akan Allah sedangkan pada waktu senang dan kuat bertenaga, sangat durhaka pada Allah.

Manusia yang bersifat begini, memang patut disuruh bersiap-siap untuk ke Neraka. Dari hadis itu, kita juga dapat faham bahwa seseorang yang sudah biasa dan lama dalam kejahatan memang susah hendak diubah ke arah kebaikan. Harapannya tipis sekali. Umpama seorang yang sudah lama berpenyakit kudis, darah tinggi, kencing manis, sakit jantung atau semuanya sekaligus, sudah terlalu kronis, sudah hampir maut, baru teringat hendak datang kepada dokter untuk berobat.

Waktu mula-mula kena penyakit, tidak mau berobat karena dianggapnya tidak bahaya atau bisa tahan atau tunggu waktu yang baik. Apabila keadaan sudah serius, baru pergi berobat, tentu dokter akan berkata "tiada harapan lagi". Dokter tak salah berkata begitu. Pasien itu sendiri yang bersalah karena membiarkan sakit begitu lama baru ingat hendak berobat.

Demikian juga halnya dengan jiwa yang sakit. Oleh karena sudah lama dibiarkan, sudah menyatu dengan sikap dan akhlak yang keji, tentu sukar sekali untuk diobati. Nafsu yang sudah merajalela dalam diri memang sukar untuk dikendalikan. Jumpailah dokter walau seahli apa pun, kalau waktu untuk proses pendidikan jiwa itu sudah tamat maka mujahadah (melawan hawa nafsu) tidak akan berpengaruh lagi.

  • Setelah 40 tahun hati tidak kenal Allah, tidak kenal akhirat, islam, dan iman, tentu susah hendak menjadikannya yakin sesudah itu.
  • Umpama anak yang tidak tahu siapa ibunya, tiba-tiba waktu 40 tahun diperkenalkan kepada ibunya, tentu susah untuk menanam kasih sayang dan kecintaan kepada ibu tadi. Sebab kasih itu sudah diberikan kepada ibu angkatnya Begitulah susahnya orang yang sudah 40 tahun mengekalkan sifat sombong dan besar diri, untuk berjuang menjadi tawaduk atau rendah diri.
  • Sesudah 40 tahun mengekalkan sifat kikir, hingga sifat itu sudah menjadi akhlak dan perangainya, bukan mudah hendak mendidik hati jadi pemurah.
  • Sesudah 40 tahun menjadi pemarah dan pembengis, sulit untuk berubah menjadi pengasih dan lemah lembut.
  • Sesudah 40 tahun iri hati dengan sesama manusia, tentu tidak mudah untuk menjadi orang yang berlapang dada dengan manusia.
  • Sesudah 40 tahun tidak sabar, tidak redha, maka tentu susah untuk tiba-tiba berganti menjadi seorang yang sabar dan redha dengan ketentuan Allah.
  • Sesudah 40 tahun berpenyakit jiwa gila dipuji, gila pangkat, gila dunia, tentulah harapan tipis untuk berubah menjadi seorang yang zuhud. Bahkan ada orang yang sudah mau mati masih sanggup menyebut "harta saya", "kebun saya" dan "uang saya". Begitulah seterusnya!

Umat islam perlu fahami dan sadari benar-benar akan hakikat ini agar usaha-usaha membaiki diri lahir dan batin tidak ditunda-tunda lagi, supaya kita tidak menyesal dikemudian hari, karena menemukan segala-galanya sudah terlewat.

Perkara Batin Sulit Dibuat

Kita juga harus sadar bahwa untuk melakukan kebaikan, baik itu kebaikan lahir, apalagi batin, bukannya mudah. Sebenarnya ia lebih susah dari mencari rezeki, pangkat dan ilmu pengetahuan dan lain-lain. Sebab kita terpaksa berhadapan dengan musuh-musuh batin yang sangat jahat yaitu nafsu dan syaitan. Musuh-musuh yang tidak pernah beristirahat untuk mencelakakan kita. Nafsu itu sudah lama kita turuti ajakannya. Sudah manja dan sudah gemuk karena mendapat layanan yang baik dari kita. Sebab itu walaupun kita sudah sadar keterlanjuran selama ini, namun terasa susah sekali untuk menjinakkan dan menenangkan nafsu itu.

Sifat sombong kita, misalnya, yang sudah menjadi perangai dan akhlak kita sekian lama, sulit untuk dibongkar. Kita senantiasa meninggikan diri terhadap dengan manusia lain, merendah-rendahkan dan menyinggung perasaan orang lain. Apabila kita sadar, kita pun bertekad bulat tidak mau lagi mengulangi perkara yang dibenci Allah itu. Tapi apakah hanya dengan tekad itu kita langsung berubah? Jawabnya, tidak! Nafsu sombong yang sudah bertakhta dalam diri itu akan terus bekerja. Pantang ada orang yang bersalah dengan kita, langsung kita maki-maki orang itu sepuas hati kita. Pantang melihat kelemahan orang lain, terus kita sebut-sebut dan sebarkan hingga terhinalah orang itu. Pantang ada orang menegur, kita singgung orang itu sampai melukai perasaannya.

Kita sadar hal itu dibenci Allah maka kita sangat menyesal selepas setiap kali melakukannya. Tapi kesal itu tidak mengubah kita. Buktinya, apabila terjadi lagi hal-hal yang menantang ego (ke-aku-an) kita, kita pun marah. Menyesal, kemudian buat lagi. Begitulah yang terjadi. Kita ingin untuk terus berubah tapi tidak semudah itu. Nafsu yang sudah terlalu jahat itu terasa susah betul hendak dijinakkan. Kita selalu kalah dalam bermujahadah. Kadang-kadang mati akal dibuatnya. Terasa perihnya berhadapan dengan kejahatan nafsu, padahal umur kita belum 40 tahun, sudah terasa benar susahnya. Apalagi kalau sudah tua, yang nafsu itu pun sudah tua, memang tipis harapan untuk diselamatkan.

Melawan Nafsu Mesti Sejak Anak-Anak

Nafsu yang sudah tua sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu pendidikan hati mestilah dibuat sewaktu masih anak-anak. Jinakkan nafsu sebelum menjadi liar. Latih anak-anak dengan segala kebaikan lahir dan batin sewaktu mereka belum pandai membuat kejahatan. Kemudian lanjutkan hingga ke umur remaja dan dewasa. Insya-Allah barulah nanti kebaikan-kebaikan itu mudah dilakukan. Tidak susah mujahadah lagi. Tapi zaman sekarang, anak-anak orang Islam dari kecil sudah dididik dengan cara Barat, sehingga besar pun dididik oleh orang-orang Barat atau diantar ke sekolah yang menjalankan pendidikan sekuler.

Anak-anak dididik agar tidak kenal Allah, Rasulullah dan alam akhirat, tidak hormat guru dan orang tua, tidak malu, sombong, hasad dengki, mementingkan diri sendiri, tamak, gila dunia, gila pangkat dan pujian, bakhil, dendam dan lain-lain lagi, secara langsung atau tidak langsung. Ilmu sebaik mana pun kalau diberi kepada seorang yang kotor hatinya dan buruk akhlaknya, niscaya akan digunakan ke arah kejahatan juga. Sebab itulah masyarakat kita tidak hidup bahagia lagi karena berhadapan dengan berbagai-bagai masalah yang dilakukan oleh manusia-manusia yang pandai dan bijak ini.

Suap, mencuri, merampok, menipu, berzina, menyalah gunakan kekuasaan, permusuhan, perebutan kekuasaan, narkoba, minuman keras, memfitnah dan lain-lain. Semakin tua usia seseorang, bukannya semakin baik, tapi semakin rusak. Sebab nafsu dan rohnya semakin tua bersama tuanya badan. Sedangkan jiwanya yang murni tidak berfungsi karena lemah iman dan taqwa.

Untuk memperbaiki keadaan ini, pendidikan Islam mestilah diterima dan dilaksanakan. Bagi yang sudah dewasa rajin-rajinlah mendengar ceramah dakwah dan bersungguh-sungguhlah bermujahadah. Dan bagi yang sudah tua, bertaubatlah banyak-banyak dan bersungguh-sungguh kepada Allah. Mudah-mudahan Allah memelihara kita dari api Neraka.

Catatan mengenai beberapa terminologi dalam artikel ini:

  • Mujahadah: berusaha sungguh-sungguh untuk melawan hawa nafsu
  • Zuhud artinya tidak merasa bahwa kekayaan dan harta itu kita yang punya. Zuhud artinya merasakan harta dan kekayaan itu kepunyaan Allah yang perlu dibagi-bagikan kepada yang berhak. Zuhud bukan bermaksud tidak kaya atau tidak berharta. Zuhud artinya mempunyai kekayaan di tangan tapi tidak di hati. Orang yang zuhud ialah orang yang telah memiskinkan dirinya hingga mudah baginya menggunakan kekayaannya untuk masyarakat dan golongan yang memerlukan.
  • Sekuler: pandangan kehidupan yang memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Agama hanya mengatur ibadah pokok (misal shalat, puasa , zakat , dsb) , sedangkan kehidupan dunia yang umum lainnya diatur dengan cara manusia (misal politik, ekonomi, budaya, teknologi dsb).

Referensi

No comments:

Post a Comment

Silakan meninggalkan komentar anda terhadap artikel ini