Sunday, November 27, 2011

Tokoh Liberal: Mun'im A. Sirry


Beberapa waktu lalu ada yang berkomentar di blog saya bahwa ada penelitian yang menyatakan bahwa orang yang mengaku habib/sayid itu kebanyakan bukan benar-benar keturunan Nabi. Saya sendiri belum membaca papernya, namun cuma dapat informasi bahwa pengarangnya adalah "Mun'im A Sirry". Saya cek tentang orang ini, ternyata dia adalah tokoh liberal. Berikut ini keterangan tentang pengarang tersebut:

Sumber: http://vuax.blogspot.com/2011/06/membuka-kedok-tokoh-tokoh-liberal-dalam.html

Mun'im A. Sirry, Dia adalah peneliti pada Yayasan Wakaf Paramadina. Ia pernah nyantri di Pondok Pesantren TMI al-Amien Prenduan Sumenep Madura (1983-1990) di bawah asuhan KH. Moh. Idris Jauhari. Ia menyelesaikan S1 dan S2 pada Faculty of Saria'a and Law International Islamic Univercity, Islamabad, Pakistan (1990-1996) dan menerima beasiswa Fullbright untuk melanjutkan studinya ke Amerika Serikat. Beberapa karya tulisnya adalah Membendung Militansi Agama (Jakarta: Penerbit Erlangga, September 2003), Dilema Islam Dilema Demokrasi: Pengalaman Baru Muslim dalam Transisi Indonesia (Jakarta: Gugus Media, Mei 2002), Sejarah Fiqih Islam: Sebuah Pengantar (Jakarta: Risalah Gusti, Juli 1995) ci-author Mutiara Terpendam: Perempuan Dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta: Gramedia, 2002), Melawan Hegemoni Barat (Jakarta: Penerbit Lentera, 1999), editor dan penerjemah buku Islam Liberalisme Demokrasi (Jakarta: Paramadina, 2002). Menerjemahkan beberapa buku antara lain Islam Ditelanjangi.
"Prestasi" Mun'im dalam mengembangkan paham pluralisme di tanah air terukir dengan dikeluarkannya buku berjudul Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif- Pluralis yang diterbitkan Yayasan Wakaf Paramadina bekerja sama dengan The Asia Foundation pada 2003. Buku ini cukup menghebohkan dan menuai banyak kritikan. Berbagai debat, diskusi, dan seminar diadakan membahas buku tersebut. Bahkan ada beberapa buku terbit khusus men-counter keberadaan buku tersebut. Walhasil, hanya dalam waktu 1,5 tahun buku Fiqih Lintas Agama sudah naik cetak sampai 7 kali cetak.
Buku tersebut ditulis bareng-bareng oleh sebuah tim yang terdiri dari Zainun Kamal, Nurcholish Majid, Masdar F. Mas'udi, Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar-Rahman, Kautsar Azhari Noer, Zuhairi Misrawi, dan Ahmad Gaus AF. Dalam kata pengantarnya Mun'im menyatakan maksud dikeluarkannya buku tersebut.
"Sejauh yang kita amati, Fiqih klasik cenderung mengedepankan sudut pandang antagonistik bahkan penolakan terhadap komunitas agama lain. Banyak konsep Fiqih menempatkan penganut agama lain lebih rendah ketimbang umat Islam sehingga berimplikasi meng-exlude atau mendiskreditkan mereka. Buku ini lahir dari keprihatinan itu sembari bermaksud membuka lanskal keberagamaan yang lebih jauh terbuka dan toleran." (kata pengantar editor, hal. X)
Buku tersebut terdiri dari empat bagian. Bagian pertama tentang Pijakan Keislaman bagi Fiqih Lintas Agama (berisi Ajakan Titik Temu Antar Agama, Semua Agama adalah Kepasrahan kepada Tuhan, Konsep Ahli Kitab, Kesamaan Agama), bagian kedua tentang Fiqih yang Peka Keragaman Ritual Meneguhkan Inklusivisme Islam (berisi Mengucapkan Salam Kepada Non Muslim, Mengucapkan Selamat Natal dan Hari Raya Agama Lain, Menghadiri Perayaan Hari Besar Agama Lain, Do'a Bersama dan Mengijinkan Non Muslim Masuk Masjid), bagian ketiga tentang Menerima Agama Lain Membangun Sinergi Agama-Agama (berisi Fiqih Teosentris, Konsep Ahlu Dzimmah, Konsep Jizyah, Kawin Beda Agama, Waris Beda Agama, Budaya Menerima yang Lain) dan bagian terakhir tentang Meretas Kerjasama Lintas Agama (berisi Bentuk-bentuk Dialog Agama dan Bentuk-bentuk Kerjasama).
Dalam buku tersebut, tanggapan paling banyak adalah soal nikah beda agama. Dikatakan di dalam buku tersebut, "Soal pernikahan laki-laki non-Muslim dengan wanita Muslim merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dengan konteks tertentu, diantaranya konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena kedudukannya sebagai hukum yang lahir atas proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita Muslim boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apa pun agama dan aliran kepercayaannya." (hal. 164)
Penutup
Kalau melihat apa yang pernah dikerjakannya, nampaknya memang betul-betul liberal.

17 comments:

  1. Ada masalah apa dengan Islam Liberal? Saya malah melihat ada masalah akut dalam diri dan pola pikir orang-orang yang alergi dengan Islam Liberal.. Islam liberal itu hanyalah pola pikir inklusif, dan itu yang dibutuhkan Islam saat ini. Bukan yang eksklusif dan jumud. Yang terakhir ini yang menghambat kemajuan agama dan menaruh agama sebagai alat untuk memanjakan nafsu menindas.. Sejarah mengajarkan itu!! Ayo, buka dada Anda dan bebaskan diri Anda dari belenggu sentimen terhadap sesama muslim. Jangan ulangi sejarah perang hitam antar sesama muslim.. Harusnya kita malu sama tuhan..

    ReplyDelete
  2. Islam liberal itu maunya bebas, sampai bebas melakukan hal-hal di luar norma-norma agama Islam.

    ReplyDelete
  3. Berpikir bebas tepatnya, bukannya mengumbar nafsu bebas. Berpikir bebas diperlukan untuk membebaskan dari penjara kesempitan berpikir.

    ReplyDelete
  4. Ini tulisannya mengarah kemana ya? Buktikan dong kalau Mun'im salah. Buktikan dong kalau habaib yang keturunan hadramaut itu keturunan Nabi Muhammad, bukannya nyerang pribadi orang.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Orang orang kayak Mun'im atau yang tergabung dalam komunitas JIL ataupun yang sefaham dengan mereka, percuma ditanggapi. Membuang waktu, dan seantero negeri sudah tahu siapa mereka dan track record nya. Hanya orang orang yang ilmu Islam nya dangkal, yang mereka bias pengaruhi. Pemahaman mereka sangat jauh dan malah cendrung berlawanan dengan pemahaman Islam sebenarnya (yang diajarkan para ulama ulama Salaf dan mengikuti seperti pemahaman sahabat sahabat yang mengikuti pemahaman Rasulullah saw). Mereka biasanya mengutip sebagian sebagian dari ayat Al-Quran atau Hadist dan kemudian menafsirkan dan menganalisa sendiri berdasarkan akal pikiran (ra'yu) dan hawa nafsunya. Hasilnya, jika di bandingkan dengan pemikiran para ulama ulama salaf (terdahulu) yang mengikuti Rasulullah, mereka (JIL) sudah sangat sangat jauh menyimpang dan lebih banyak berlawanan. Dan parahnya, mereka lakukan pula di hukum hukum fiqih Islam. Akibat yang mereka lakukan ini menimbulkan kerusakan pada aqidah Islam yang dulu dipahami oleh Rasullullah/Sahabat/Tabiin/Tabiut. Maka mereka (JIL) ini bias dikategorikan sudah semakin jauh lari dari Islam itu sendiri dan menimbulkan kerusakan pada Islam. Kejadian seperti ini mirip dengan kejadian kejadian pada kaum yang terdahulu, kaum Sabaiyah, rafidlah, khawarijs dan Muta'zilah. Karena di negara kita bukan Negara Islam, tak bias menghentikan aktivitas kaum ini yang menimbulkan kerusakan. Jadi sebaiknya, kita perkuat diri dengan pengetahuan dan mereka ini (JIL) kita anggap sepi saja, nggak usah ditangapi, lama lama akan hilang sendiri.

    ReplyDelete
  7. Yang harus dipahami, pertama, bahwa, rekonstruksi ide-ide Islam yang dikembangkan oleh sarjana lulusan Barat sudah pasti berorientasi pada dekonstruksi Islam murni. Makanya jangan heran mereka selalu mengandaikan gagasan mereka dengan hal-hal yang katanya universal tapi sesungguhnya utopis.

    Kedua, kelompok-kelompok liberal umumnya adalah didikan lulusan sarjana Barat. Dan, jangan lupa, mereka mendapatkan beasiswa dari lembaga-lembaga donor Amerika -seperti Fullbright- yang tentu saja ada kesepakatan-kesepakatan tertentu di sana. Siapa Fullbright? Anda bisa cari di internet lembaga apa ini, sangat jelas visi dan misi kehadiran mereka memang untuk mendelegitimasi kemurnian Islam.

    Ketiga, sebagai seorang muslim, kita jangan mudah terikut dengan propaganda sarjana-sarjana hasil didikan Barat itu. Gagasan-gagasan mereka memamg terdengar rasional dan akademistis sembari mendekonstruksi status quo pendapat ulama klasik. Demikianlah memang pola pergerakan mereka, yakni bagaimana umat Islam ini semakin jauh dengan agamanya dan menjadi permisif.

    Mereka memang memang mengaku muslim di setiap kesempatan, tapi boleh jadi itu hanya kamuflase untuk dapat sebebasnya meredam kebangkitan Islam. Dengan gaya itu, sehingga mereka bebas diterima di komunitas-komunitas muslim untuk melangsungkan propaganda mereka. Sebab, kalau dia mengaku non-Islam dan kemudian melakukan tafsir-tafsir terhadap Islam dengan sekehendak hati mereka, maka jelas mereka akan dicaci dan dianggap melakukan pelecehan terhadap agama. Dengan mengaku muslim, mereka pun aman-aman saja melakukan agenda mereka.

    Akhir kata, fenomena liberalisme Islam yang dilakukan oleh para intelektual-intelektual tengik tersebut tak lain dan tak bukan merupakan ciri-ciri semakin dekatnya akhir zaman. Tentu saja mereka akan tertawa saja jika mendengar apa itu akhir zaman, karena memang mereka menafikkan kekuasaan Allah Ta'ala tersebut. Tapi biarlah, toh mereka akan merasakan sendiri akibat perbuatan-perbuatan mereka, jika bukan di dunia, insya Allah di akhirat.

    ReplyDelete
  8. Saya lebih memilih yg liberal daripada radikal karena lebih logis dan sangat manusiawi. yg radikal pendapatnya cenderung keras dan malah sering kehilangan rasa kemanusiaan, Belajarlah dari sejarah, jangan sampai terjadi petumpahan darah lagi karena merasa paling benar sendiri dan pihak lain salah yang harus diberantas.Kebenaran mutlak hanya milik yg Kuasa, jadi manusia hanya saling menafsirkan. Jangan merasa paling benar sendiri, dan menyesat nyesatkan orang lain.

    ReplyDelete
  9. Liberal gak jauh beda dengan radikal. kalau radikal menganggap dirinya paling benar dengan semua kekuatan sedangkan liberal meragukan kebenaran yang sudah mapan dengan semua kekuatan.

    @Gajah Susanto. coba deh anda pelajari mengapa bisa terjadi liberalisasi di kalangan Kristen yang kemudian 'dipaksakan' untuk terjadi pada dunia Islam. Mungkin anda tidak tahu bahwa mereka juga menumpahkan darah.

    di Barat sendiri tokoh2 liberal sendiri seperti John Hick sudah menjadi barang usang kok masih anda pertahankan. Kalau semua agama sama, Tuhannya sama terus apa yang mau ditolerir? masuk akal gak nich???

    ReplyDelete
  10. Pecundang liberal adalah Koruptor Agama...
    Yang lebih jahat dari koruptor uang rakyat, dan lebih tak tahu malu dari pada koruptor uang negara.

    ReplyDelete
  11. Faktanya di Timur Tengah sampai sekarang masih berdsarah darah, sedangkan di Eropa damai dan makmur. Kalaupun Eropa sekarang agak berdarah, itu karena gelombang imigran dari Timue Tengah yang ingin memaksakan pahamnya. Eropa harus waspada kalau tidak mau berdarah darah seperti Timur Tengah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Indonesia juga harus lebih berhati-hati thdp paham2 islam yg tidak rahmatan lil 'aalamiin.

      Delete
    2. Indonesia juga harus lebih berhati-hati thdp paham2 islam yg tidak rahmatan lil 'aalamiin.

      Delete
  12. Radikalisme mengganggap dirinya paling banar dan pihak lain sesat, kafir, koruptor agama dll. Sedangkan liberal memberi ruang dan kesempatan untuk berkembang. Nggak ada kebenaran yg mutlak dan mapan didunia ini, karena kebenaran dan kemapanan didunia ini adalah tafsir manusia yg berkuasa, sehingga masih bisa diragukan atau didebat. Kebenaran mutlak yg sudah mapan hanya milik Allah.

    Disinilah liberal memberi kesempatan untuk mencari kebanaran yg sedekat dekatnya dengan kebenaran melalui kebebasan berpikir.

    Jadi jangan menganggap kebanaran yg sudah mapan itu sebagai kebenaran mutlak yg hakiki. Untuk itulah manusia perlu mencari dan mencari sedekat dekatnya kebenaran itu

    ReplyDelete
  13. Itulah susahnya menggabungkan urusan agama dengan urusan negara dan politik pasti multi interpretasi

    ReplyDelete
  14. Itulah susahnya menggabungkan urusan agama dengan urusan negara dan politik pasti multi interpretasi

    ReplyDelete
  15. Yang jelas itu Islam moderat. Liberal. Radikal itu hanya kata untuk memecah belah umat Islam. Islam ya harus sesuai Al Quran dan Hadis. Mengaku Islam tetapi tidak sesuai Al Quran dan Hadis ya tinggalkan, berarti bukan Islam. Apapun alasannya. Mudah, Islam itu mudah.

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar anda terhadap artikel ini